Ir. Sukarno—atau yang lebih dikenal rakyat Indonesia dengan nama Bung Karno—dalam lembaran sejarah ketatanegaraan Indonesia tercatat sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama. Tetapi peranan beliau dalam perjuangan bangsa Indonesia sebenarnya jauh lebih luas. Beliaulah—bersama Drs. Moh. Hatta—membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, sehingga diberi predikat Bapak Proklamator. Selain itu beliau juga diakui sebagai Bapak Bangsa (founding fathers) yang banyak berperan dalam membangkitkan, memberikan jati diri bangsa dan kemudian meletakkan dasar Negara Republik Indonesia, Pancasila, yang pertama kali dilontarkan pada 1 Juni 1945.
Bung Karno dilahirkan di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901. Ayahnya adalah seorang guru bernama R. Soekemi Sosrodihardjo, sedang ibunya, Nyoman Rai, adalah kerabat seorang bangsawan di Singaraja (Bali).
Sejak usia muda, bahkan ketika masih bersekolah di HBS (Hogere Burger School, sekolah lanjutan setingkat SMA) Surabaya, beliau telah terjun untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsanya, dengan memasuki organisasi Tri Koro Darmo, organisasi pemuda yang kemudian berubah nama menjadi Jong Java. Bahkan semasih di HBS pula Bung Karno mulai menulis artikel politik melawan kolonialisme Belanda di surat kabar pimpinan tokoh Sarekat Islam, HOS. Tjokroaminoto, Oetoesan Hindia.
Setamatnya dari Technische Hoge School Bandung (kini Institut Teknologi Bandung) beliau menolak menjadi pegawai pemerintah kolonial. Sebaliknya pada tanggal 4 Juli 1927 bersama Mr. Sartono, Ir. Anwari, Mr. Sunario dan lain-lain beliau mendirikan PNI, sebuah partai politik yang memiliki program untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Tahun 1927 itu pula Bung Karno mempelopori berdirinya PPPKI (Permufakatan Partai-partai Politik Kebangsaan Indonesia), sebagai gabungan dari organisasi-organisasi dan partai politik yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, di antaranya PNI, PSII, Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen Bond, dan Kaum Betawi.
Karena kegiatan politiknya pada tahun 1930 Bung Karno ditahan pemerintah kolonial dan kemudian dijatuhi hukuman selama 4 tahun. Pidato pembelaannya di Landraad Bandung yang diberi judul Indonesia Menggugat menggegerkan dunia internasional, sehingga pemerintah kolonial pada tanggal 31 Desember 1931 terpaksa membebaskan Bung Karno sebelum masa hukumannya selesai.
Sekeluarnya dari penjara Sukamiskin ternyata kegiatan Bung Karno tidak berkurang. Bahkan beliau memutuskan masuk ke Partindo (Partai Indonesia), dan memimpin majalah partai yang radikal, Fikiran Ra’jat. Tahun 1934 Bung Karno diasingkan ke Ende (Flores), dan kemudian pada tahun 1938 dipindahkan ke Bengkulu.
Sebagai orang interniran, Bung Karno tetap menyebarluaskan cita-cita kemerdekaan. Sejak di Ende Bung Karno mendirikan perkumpulan sandiwara yang diberi nama Kelimutu, dan sempat mementaskan cerita-cerita karangannya, seperti “Dr. Syetan” dan “1945”. Kegiatan itu diteruskan di Bengkulu. Bahkan di tempat pengasingan yang baru itu Bung Karno aktif dalam kegiatan pendidikan lewat Muhammadiyah.
Ketika Jepang menyerang Indonesia, oleh Belanda Bung Karno akan dibawa ke Australia. Tetapi ternyata rencana itu gagal, sehingga Bung Karno jatuh dalam kekuasaan tentara Jepang. Menyadari besarnya pengaruh Bung Karno di kalangan rakyat Indonesia, Jepang akhirnya membawa Bung Karno ke Jakarta.
Sesuai kesepakatan di antara para pemimpin pergerakan, Bung Karno dan Bung Hatta berjuang di tengah tentara pendudukan, sementara Sutan Sjahrir bergerak di bawah tanah. Pada tanggal 1 Juni 1945, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno menyampaikan gagasannya tentang Pancasila, sebagai dasar falsafah negara Indonesia Merdeka. Dalam akhir persidangan BPUPKI, sila-sila dalam Pancasila itu disahkan untuk dimasukkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Setelah mengetahui bahwa Jepang bertekuk lutut kepada Sekutu, pada tanggal 17 Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia di halaman rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Sehari kemudian, dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia Bung Karno secara aklamasi dipilih menjadi presiden pertama Republik Indonesia.
Menghadapi upaya kolonialisme Belanda untuk kembali menjajah Indonesia, Bung Karno memutuskan hijrah ke Yogyakarta dan memimpin perjuangan dari kota itu. Baru setelah Konferensi Meja Bundar di Den Haag mengakui kedaulatan Republik Indonesia, Bung Karno dan seluruh jajaran pemerintahan kembali ke Jakarta.
Berkat kepemimpinan Bung Karno akhirnya negara Republik Indonesia Serikat yang semula direncanakan Belanda gagal dan pada 1 Agustus 1950 Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan. Bung Karno akhirnya berhasil menyempurnakan Negara Kesatuan itu setelah Belanda bersedia menyerahkan Irian Barat ke Indonesia pada tahun 1962.
Selama menjabat Presiden RI Bung Karno juga terus memperjuangkan kemerdekaan negara-negara terjajah. Berkat gagasannya menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika pada bulan April 1955 di Bandung, sejumlah negara di Asia-Afrika berhasil memperoleh kemerdekaannya. Bung Karno tidak henti-hentinya berjuang untuk perdamaian dunia, seperti menggalang Konferensi Non-Blok bersama sejumlah tokoh dunia ketiga seperti Nehru, Nasser, Tito dan Nkrumah. Berkat perjuangannya itu Bung Karno juga mendapat gelar Pahlawan Islam Asia-Afrika. Dan Mingguan Time yang berpengaruh di dunia internasional memasukkan Bung Karno dalam tokoh Asia yang berpengaruh di abad ke-XX, sejajar dengan Nehru, Mao Zedong serta Nasser.
Pribadi Bung Karno sendiri sangat luar biasa. Tidak heran para pengamat mengatakan, selama 100 tahun belum tentu di Indonesia lahir seorang tokoh seperti Bung Karno. Ia tidak hanya dikenal sebagai orator hebat, tetapi juga diplomat ulung.
Bung Karno mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam maupun di luar negeri. Selain dari universitas terkemuka di Indonesia seperti Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin dan Institut Agama Islam Negeri Jakarta, juga dari perguruan tinggi di mancanegara. Di antaranya, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Moscow), Al-Azhar University (Cairo). Berbagai bidang keilmuan menunjukkan luas wawasan Bung Karno. Tidak hanya dalam Ilmu Teknik, tapi juga dalam Ilmu Sosial dan Politik, Ilmu Hukum, Ilmu Sejarah, Filsafat dan Ilmu Ushuluddin.
0 komentar:
Posting Komentar