News Update

Pahlawan


Pahlawan adalah semua orang yang berkorban, menderita untuk kepentingan sesama orang, tidak untuk kepentingan diri sendiri.  Dan jikalau kita menanyakan kenapa mereka itu menjadi Pahlawan, kenapa mereka itu berkorban, kenapa mereka itu sukarela menderita, bahkan menderita dengan muka yang bersenjum, tak lain tak bukan ialah oleh karena  mereka itu sadar dan insyaf mengemban Amanat Penderitaan Rakyat. Rakyat  Indonesia yang telah menjadi Rakyat yang menderita ingin melepaskan dirinya daripada penderitaan itu, dan sebagai tadi saja katakan untuk melepaskan dirinya daripada penderitaan itu, Rakyat Indonesia dan Pemimpin-pemipinnya, menjalankan dengan ikhlas penderitaan-penderitaan.

Oleh karena itu, maka mereka pantas kita beri nama Pahlawan dan mereka  pantas kita hormati, dan jiwa kita pada saat sekarang ini memanjatkan doa ke Hadirat Allah Subbanahu Wataala, agar supaya penderitaan mereka  itu, korbanan mereka itu diterima oleh Allah  Subbanahu Wataala, dengan  Pahala yang setinggi-tingginya. Oleh karena itulah maka mereka bernama Pahlawan; Pa-ha-la-wan. Orang yang pantas menerima Pahala daripada Allah Subhanahu Wataala.

Sumber: Pidato Bung Karno, pada Hari Pahlawan, 10 November 1960

Irian Barat : Antara Bingungnya Kennedy dan Keras Kepalanya Sukarno


-->


Irian Barat : Antara Bingungnya Kennedy dan Keras Kepalanya Sukarno
Setelah selesai perjanjian KMB 1949 yang ditandatangani dengan cara terburu-buru oleh Hatta dan manut sama rayuan Washington untuk memperpendek perang, ada ganjalan kecil yang masih bikin Sukarno pusing. Perjanjian pengalihan wilayah Hindia Belanda adalah keseluruhan ,tidak boleh sepotong-potong sementara dalam satu pasal perjanjian KMB yang tebelnya segede bantal itu tentang wilayah Irian Barat. Disana tercatat Belanda masih bisa menguasai wilayah Irian Barat, sebuah wilayah paling timur dari negeri yang dulunya bernama Hindia Belanda. – Itung-itungan geopolitik Sukarno : kalau Irian Barat nggak dikuasai, maka Irian Barat akan jadi pangkalan militer terpenting NATO di Asia Pasifik, atau setidak-tidaknya Amerika Serikat dan Belanda bisa bersekutu untuk membangun pangkalan militer bersama”. Untuk itu sejak 1950 Sukarno menjadikan Irian Barat sebagai masalah terpenting untuk diselesaikan.

Setelah kegagalan ekspedisi militer Belanda 1947 dan 1948, Belanda mengambil pelajaran terpenting “jangan terlalu percaya pada Amerika Serikat sekutunya sendiri”. Kegagalan menguasai Indonesia adalah langkah mundur sejarah bagi Belanda untuk itu harus dibangun benteng baru, “Sebuah Pelabuhan Banten baru seperti jaman Cornelis de Houtman tapi letaknya di timur”. Sesungguhnya Irian Barat adalah markas mereka sebelum mereka kembali akan berhadapan dengan Indonesia di sebelah barat. Di kalangan konservatif, menguasai Hindia Belanda adalah tugas sejarah dan merupakan tanggung jawab generasi muda untuk menghidupkan kembali kejayaan Hindia Belanda seperti di jaman kuno.

Semangat seperti itulah yang membuat Irian Barat adalah pertaruhan terakhir bagi Belanda, setelah mereka menyadari kegagalan Van Mook dalam menguasai Indonesia, di Belanda muncul satu rezim pemerintahan baru di mana Joseph Luns orang yang jauh konservatif ketimbang Van Mook muncul ke permukaan dan menjadi pemain politik paling penting dalam melobi jaringan politik di Amerika Serikat untuk kepentingan Belanda di Irian Barat.
Sementara sepeninggal Harry S Truman, politik luar negeri Amerika Serikat dilanda kekacauan. Truman mengambil politik setengah-setengah, sikapnya yang selalu ragu terhadap Cina Komunis bikin Truman kehilangan kekuatan politik luar negerinya, gara-gara politik pengecut saat berhadapan dengan Mao, Presiden Truman kehilangan Jenderal Douglas MacArthur orang yang paling paham geopolitik Asia Pasifik dan juga pahlawan Amerika dalam perang pasifik. –MacArthur ini akan divisi-kan oleh para senator Amerika Serikat untuk jadi Presiden Amerika Serikat berikutnya, karena bagi Amerika masalah Asia Pasifik sangat penting mereka takut Komunis akan masuk ke Asia Pasifik dengan cara menunggangi negara-negara nasional. Bagi Truman menjaga kesatuan Cina itu akan lebih mudah ketimbang Cina yang terpecah, padahal banyak analis politiknya saat itu menekan “biarlah Cina terpecah dan kelompok Komunis hanya menguasai wilayah utara, suatu saat wilayah utara bisa ditaklukan” Tapi pertimbangan Truman lain, bila Cina terpecah maka kondisi keamanan di wilayah Asia akan sangat terganggu.

Karena politik terlalu hati-hati inilah akhirnya Tentara Merah pimpinan Mao berhasil menguasai seluruh daratan Cina, dan menjadi penerus kekaisaran Cina lama, sementara para kaum Nasionalis disingkirkan ke Taiwan. Di kalangan deplu AS kegagalan ini sangat mencoreng mereka, dan dijadi’in pelajaran penting untuk langkah-langkah selanjutnya di Asia Tenggara, -satu satunya wilayah penting Asia yang masih tersisa dan belum jatuh ke tangan kuasa Komunis-.

Sedianya pengganti Truman itu mustinya Jenderal MacArthur, tapi setelah Truman memarahi MacArthur soal perang Korea dimana MacArthur mau maen perang dengan Cina, MacArthur ngambek dan bicara di depan kongres AS “Old Soldier never die, he just fade away, seorang serdadu tua tak akan pernah mati, dia hanya berlalu”- ucapan yang banyak bikin nangis anggota senat dan selama 10 menit mendapatkan standing ovation dari senat. MacArthur lalu turun dari podium dan menolak untuk dicalonkan jadi Presiden AS.
Mundurnya MacArthur semakin memperjelas posisi Dwight Eisenhower alias Ike yang dikatakan sebanding kepahlawanannya pada Perang Dunia II. Ike ini adalah Jenderal Salon, dia hanya perwira tinggi militer yang nggak pernah pegang pasukan sebelum kejadian Perang Dunia II. Namun rangkaian kejadian di Eropa saja yang bikin karir Ike naik. Ike adalah seorang komunikator yang tangguh, ia berpikiran dangkal, tidak memiliki visi, dunianya hanya film koboy, ia mencerminkan pragmatisme Amerika dalam warna sesungguhnya. Saat itu ada pertarungan ambisi di antara Jenderal-Jenderal Amerika Serikat dan Inggris untuk tampil dalam panggung sejarah di Eropa, sebuah medan tempur yang amat teatrikal. Disana ada Jenderal Inggris bernama Montgomery jagoan perang Al Amien, Mesir dan sangat paham perang di Afrika Utara, hanya Monty yang berhasil menghajar pasukan serigala gurun Rommel, di sisi lain ada Jenderal serampangan bergaya Amerika seperti Jenderal Patton yang jago maen tank di medan-medan berat, ada juga Jenderal Buttler dan banyak Jenderal, bahkan Perancis yang sudah dipecundangi Jerman-pun masih belagak ingin jadi pemimpin perang Eropa, De Gaulle ampe berkali-kali tidak mau hadir dalam rapat sekutu apabila bukan dirinya yang ditunjuk dalam memimpin pendaratan pasukan sekutu di Perancis. Roosevelt akhirnya minta nasihat Churchill, saat itu Churchill sedang duduk-duduk sore dan mendapatkan telpon dari sohibnya FDR. Lalu FDR curhat soal penentuan Jenderal ini, dengan tertawa Churchill berkata : “Tuan FDR....kau tau Monty, dia orang amat kaku....hanya bisa dikalahkan oleh orang yang justru lebih lemah daripadanya, dia nggak mau dikalahin. Kita tidak mencari ‘Rommel’ disini tapi kita disini mencari seorang dirijen pengatur perang, carilah Jenderal yang jago administrasi bukan jagoan tempur” kata Churchill yang awalnya memang kepengen Jenderal Inggris pimpin perang, tapi ia akhirnya ngerasa nggak enak dengan Amerika yang kirim pasukan paling banyak dalam konfigurasi pasukan sekutu. – Akhirnya dipilihlah Ike, yang dinilai FDR adalah jenderal Salon tapi bisa dimanfaatkan untuk merobohkan ego para Jenderal-Jenderal perang-.

Jenderal Salon itupun jadi Presiden AS, sifat Ike yang paling ketara adalah ia tidak mau berpikir dalam-dalam, apabila ia sudah percaya sama staf atau Jenderalnya ia tidak mau ambil keputusan, semuanya diserahkan para bawahannya. Di masa perang Eropa 1941, ia jadi komandan tertinggi sekutu, kerjanya hanya mendengarkan omongan para Jenderal-jenderal lalu mencatat dan memberikannya pada asistennya untuk dibuat notulen, lalu setelah itu staf lingkaran intinya disuruh ngumpul dan baca notulen laporan Jenderal-Jenderal, staf intinya ini yang disuruh mikir, setelah dapet keputusan ia sendiri yang akan berdiri depan teater brifing untuk memutuskan hasil keputusannya. Jadi ia bukan mengendalikan situasi atas otaknya. Inilah yang terjadi ketika Ike memimpin AS, dia melakukan politik luar negeri bukan atas kendali pemikirannya tapi atas kendali pikiran anak-anak buahnya. Terutama munculnya Dulles bersaudara yang akan banyak berpengaruh terhadap masa depan Indonesia.
Tahun 1951 di Amerika Serikat, ada senator yang naek daon namanya Joseph MacCarthy, ini orang kerjanya tiap hari membangkitkan ketakutan-ketakutan atas bahaya komunisme. Tindakan MacCarthy – yang mungkin sekarang agak-agak mirip Geerd Wilders ini – ternyata dapet dukungan banyak dari rakyat AS. Ketakutan MacCarthy ini meluas sampe pada ketakutan-ketakutan yang aneh, pemerintahan Roosevelt-Truman dianggap bertanggung jawab soal kejatuhan Cina ke tangan Mao, dan mengatakan bahwa “Sebentar lagi akan berduyun-duyun orang Kominis akan datang ke kota-kota kita, karena bagaimanapun Cina adalah pintu terdepan AS” orang AS sejak lama menganggap Cina adalah sekutunya yang paling setia, tapi setelah Mao, Cina rupanya gagal disetir. “Politik Ketakutan” pada bahaya laten komunis inilah yang bikin agenda politik luar negeri dibawah Ike Eisenhower menginginkan Indonesia terpecah.

Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia yang pertama adalah Hugh S Cumming. Ia dipilih atas rekomendasi Direktur CIA Allen Dulles yang ia berikan memo referensinya ke kakaknya sendiri Menlu AS, John Foster Dulles. Lalu John membawa memo itu ke Ike. Tak lama kemudian Hugh S Cumming dipanggil ke Washington. Saat makan siang di gedung putih, di Red Room (Ruang Merah Cina), Hugh dipesankan oleh Allen Dulles “Hugh kamu harus hati-hati jangan terpengaruh keadaan di Indonesia, tolong jangan ikatkan dirimu ke dalam suatu kebijakan untuk menjaga kesatuan Indonesia”. Hugh mengangguk dan berkata “Ia setuju Indonesia terpecah-pecah dan tidak dibawah komunis, lalu kita bisa menyatukannya lagi”

Pandangan Dulles yang punya visi untuk mecahin Indonesia ini akhirnya juga didengar oleh Sukarno. Tapi Sukarno mendengarnya agak terlambat, sampai pada tahun 1957 Sukarno masih amat percaya dengan Amerika Serikat. Di tahun 1952 kondisi di tubuh militer memanas, Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang dipercaya menjadi Menteri Pertahanan berkonsultasi dengan Hatta, saat itu tentara di Indonesia jumlahnya 200.000 sementara Sultan pengen tentara kita ramping tapi kuat dan profesional, menurut perkiraan Sultan jumlah tentara 100.00 itu cukup efektif. Ide ini didukung oleh Nasution dan TB Simatupang. Perwira-perwira di luar daerah banyak yang marah dengan ide ini karena kalo ide ini dijalankan mereka bakalan kehilangan banyak pasukan, sementara mereka paham bahwa anak buahnya juga dulu berjasa berperang lawan Belanda.

Sukarno yang dapat laporan ide Sultan ini menolak rencana Sultan, sebab ia tak ingin ada kejadian ‘Madiun kedua’. Di beranda Istananya Sukarno bicara dengan Ali Sastroamidjojo dan beberapa pemimpin politik “Aku tak ingin melihat lagi, Amir-Amir lain yang dibawa dari benteng Vredenburg dan ditembak mati di satu wilayah sepi, aku tak ingin bangsa ini terpecah lagi” . Pikiran Sukarno ini kemudian didukung PNI , PKI dan beberapa partai sekuler garis keras. Sementara ide Rasionalisasi didukung oleh Menteri Pertahanan, Komandan Militer Pusat dan Partai-Partai yang bersahabat dengan Angkatan Darat. Akhirnya muncul ide dari kelompok perwira Angkatan Darat yaitu : Membubarkan Parlemen dan memaksa diadakannya Pemilihan Umum. Nasution sendiri datang ke Istana dan meminta Presiden Sukarno membubarkan parlemen, jawab Sukarno “Apa aku sudah gila kau suruh aku bubarkan Parlemen, jangan paksa aku jadi Diktator, Nas...jangan paksa aku” lalu Sukarno mendengar ribut-ribut diluar, ia melihat banyak massa dateng, tak lama kemudian massa dateng. Sukarno melihat barisan tank yang ternyata dipimpin komandan artileri Siliwangi Mayor Kemal Idris yang mengarahkan meriam-nya ke Istana. Sukarno marah besar dengan pengarahan meriam itu, demo dan tuntutan itu gagal total karena opininya sudah bergeser ke arah “Pengarahan Meriam Tank tepat ke Muka Sukarno”.

Akhirnya Sukarno memecat Nasution, TB Simatupang ngamuk-ngamuk dan membanting pintu kerja Sukarno, tak lama Sim juga pensiun. Pemecatan Nasution ini sesungguhnya berdampak amat fatal bagi Indonesia, karena ketika Nas berpakaian sipil ia mendirikan Partai bernama IPKI (Ikatan Pejuang Kemerdekaan Indonesia), IPKI inilah yang kemudian menjalin jaringan dengan Partai-Partai Politik sipil, sejak kejadian 1952 Militer Indonesia tidak steril lagi dari pengaruh sipil dan ini amat berbahaya bagi masa depan Indonesia. Di kemudian hari Hatta kerap marah bila ia dituduh turut mencampurkan militer ke dalam pengaruh sipil, Hatta selalu berkata “Silahkan tanya ke Nasution soal itu”.

Menjelang hajatan besar KTT Non Blok di Bandung 1955, Sukarno sudah mulai membaca arah sejarah. Ia mendapatkan banyak laporan tentang kemana sesungguhnya Amerika Serikat ini berdiri – yaitu : memecah Indonesia jadi potongan-potongan kecil agar bisa membendung komunisme- tapi kecurigaan itu disimpan Sukarno sampai ia melihat buktinya sendiri. . Di tahun 1954, Sukarno menunggu perkembangan Internasional, ia melihat sebuah langkah prospektif yang dilakukan Ali ketika Ali berhasil dalam konferensi Kolombo, Konferensi ini akan mengikatkan suatu gabungan negara-negara Internasional untuk meredusir taktik intervensi Amerika Serikat dan Sovjet Uni ke negara-negara baru. Akhirnya di tahun 1955 KTT Nonblok diselenggarakan, pidato Gandhi menjadi acuan : “Merupakan suatu kehinaan bagi bangsa Asia dan Afrika apabila mereka menjadi pengikut suatu blok kekuasaan di dunia”. Martabat bangsa-bangsa Asia saat itu bisa jadi hitungan politik yang lugas untuk menghadapi Amerika Serikat, inilah yang ada dalam pikiran Sukarno.
Tapi keadaan terus berkembang. Ike Eisenhower terus menekan untuk segera membereskan Indonesia dari incaran Sovjet Uni, Tahun 1956 Menlu John Foster Dulles akhirnya memutuskan ke Djakarta. Disana ia dijamu Sukarno dan ngobrol berdua di ruang kerja Sukarno yang juga penuh dengan buku-buku “Tuan banyak membaca juga?” kata Dulles

“Ya, sama banyaknya saya nonton film Amerika” kata Sukarno tertawa

“Tuan Sukarno, apakah anda lupa Amerika Serikat adalah negara yang mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia, kami terpaksa juga harus agak mengkhianati sekutu penting kami di Eropa yaitu : Belanda”......
Lalu Sukarno mengambil wine-nya dan memutar-mutarkan gelas wine. Sukarno tidak meminum wine itu, karena ia langsung menaruh “ Anda merokok?” kata Sukarno kepada John F Dulles. “Tidak, terima kasih”
Setelah menghisap rokoknya tiga kali Sukarno berkata pada Dulles dengan pandangan menerawang “ Tuan Dulles, masalah bangsa-bangsa Asia bukanlah masalah pro atau anti kominis, tapi masalah nasionalisme, seluruh panggung Asia saat ini terbakar api nasionalisme. Oke, Tuan Dulles saya berterima kasih pada anda soal anda bilang bantuan Amerika Serikat saat kami perang dengan Belanda tahun 1945-1949, tapi saya masih ingat Tuan...masih ingat sekali ...posisi waktu itu ‘posisi Amerika sama sekali tidak jelas’ dukung Belanda atau Indonesia?....dan posisi yang ambigu itu masih diperlihatkan sekarang, sementara bagi Komunis mereka jelas mendukung kemerdekaan negara-negara baru di Asia”

John Foster meradang mendengar jawaban Sukarno yang dianggap tidak tau terima kasih ini, tapi sebagai diplomat ia harus bersikap santun. “Tuan datanglah ke Amerika Serikat, rakyat kami ingin mengenal anda”

Sukarno bergembira ketika ia diundang resmi ke Amerika Serikat. Ia langsung teringat masa kecilnya yang seneng mengumpulkan gambar-gambar bintang film hollywood dari korek api. Dan sembari tertawa memamerkan gingsulnya Sukarno berkata pada John Foster Dulles “Saya mengagumi negeri Tuan, kebudayaan Tuan, gedung-gedung yang tinggi itu, dan dulu ketika saya masih kecil saya selalu berkhayal tentang Amerika, saya kenal baik dengan Jefferson, Lincoln dan Washington, saya catat mereka sebagai teman di dalam membaca buku”

Sebenarnya ucapan Sukarno ini apabila ditilik merupakan jawaban bahwa “Amerika Serikat janganlah bersikap sombong!..perhatikan Sukarno”. Tapi Ike Eisenhower memang bukan pemimpin yang cerdik membacai arah politik.

Akhirnya 16 Mei 1956 Sukarno datang ke Amerika Serikat, seluruh negeri itu dipenuhi berita-berita tentang siapa Sukarno. Rakyat mendengarkan radio dan membaca koran. Hari kedatangan Sukarno ditanggapi meriah oleh rakyat Amerika, di Washington berbondong-bondong orang Amerika ingin tau Sukarno dan menyambutnya di pinggir-pinggir jalan mereka mengibar-ngibarkan bendera. Di New York, Sukarno disuruh naik ke podium di sebuah Gedung depan jalan yang dulu sempat dijadikan pesta kemenangan besar Amerika Serikat pada Perang Dunia II, rakyat New York menyambut Sukarno dengan parade Pita. Rakyat New York berbaris-baris mengelu-elukan Sukarno, yang tertawa-tawa melihat sambutan rakyat negeri Paman Sam itu. Dimana-mana Sukarno dianugerahi doktor honoris causa dari Universitas-Universitas ternama di Amerika Serikat. Namun sambutan paling mengesankan bagi Sukarno justru ketika ia diberikan kesempatan bicara di depan Kongres.
Ide bicara di depan kongres sebenarnya dari beberapa asosiasi jurnalis Amerika Serikat yang kagum dengan cara pidato Sukarno, dulu wartawan-wartawan senior perang sekutu terpesona dengan gaya Sukarno bahkan Richard Straub wartawan BBC saat mendengarkan pidato Sukarno berkata “Abraham Lincoln masih hidup di dunia..!” pesona pidato Sukarno inilah yang kemudian dijadikan kasak kusuk para anggota senat, mereka ingin tau apa yang ada dalam pikiran Sukarno. Dan bagi Sukarno ini sama saja memberikan makanan lezat, karena bila pidato ia laksana dewa yang mampu membuat diam seluruh angkasa raya.

Sukarno naik podium dan membuka pidatonya dengan bahasa sejarah yang mencengangkan “Saudara-saudara, tembakan yang pertama diperdengarkan di Lexington pada tanggal 19 April 1775 terdengar sampai ke seluruh penjuru dunia. Bunyinya masih bergaung di hati semua bangsa yang baru saja memenangkan kemerdekaan mereka, bunyinya itu menggetarkan kesadaran bangsa-bangsa di Asia dan Afrika....di pelosok-pelosok bumi, orang-orang yang merasa terjajah membacakan sejarah tembakan Lexington sebagai penggugah untuk bangun dari tidur mereka, tidur yang ditindih oleh kesakitan-kesakitan, Dan apa yang terjadi di Amerika adalah pelajaran penting untuk membebaskan dirinya, Ya...Ya....inilah Asia dan Afrika bangkit kembali”............
Selesai pidato selama 45 menit, seluruh anggota senat berdiri, wartawan-wartawan berteriak “Bravo...Bravo...Mr. Sukarno” saat itu seseorang memperhatikan Sukarno dengan cermat ia adalah John F Kennedy. Pesona Sukarno telah membangkitkan kesadaran bagi Senator muda ini......

Beda dengan Sukarno yang cerdas dan mampu memikat massa, Ike Eisenhower lebih memilih sebagai orang tua yang nggak pedulian. Ia mengundang Sukarno untuk nonton film Amerika. Sukarno bertanya pada Ike “Tuan nonton film-film apa selain koboy, saya suka film sejarah seperti Ben Hur” kata Sukarno.

“Tidak saya tak suka film selain film koboy, dar der dor...seru” kata Ike dengan senyum kocaknya.

Sukarno mengernyitkan dahi, lalu ia berkata “Tuan saat ini bangsa-bangsa Asia bergolak, kami tak ingin negara-negara Asia dijajah terus oleh negara-negara Eropa” disisi ini Ike tampak nggak mau mendengarnya. Ia terus memperhatikan film. Sukarno amat tidak suka dengan kelakuan Ike.

Sepulang dari Amerika Serikat perkembangan politik di Indonesia memanas, beberapa kelompok yang anti KMB seperti Partai Murba mulai melakukan move politik, mereka mendesak pembatalan KMB. Sementara pihak Parlemen menyambut usulan Murba dan akhirnya diutus delegasi ke Belanda untuk melakukan negosiasi ulang KMB soal Irian Barat, Belanda malah marah-marah dengan usulan negosiasi ini. Inilah yang kemudian menjadikan isu politik penting untuk segera merobek-robek perjanjian KMB 1949.

Akhirnya KMB 1949 dibatalkan, Hatta mundur karena ia yang menandatangani KMB 1949 dan kemudian muncullah semangat baru untuk membentuk satu sistem politik yang kuat. Setelah pulang dari AS semakin jelas bagi Sukarno bahwa agenda terpenting Amerika dibawah Ike Eisenhower adalah memecah-mecah Indonesia, dan menyatukannya kembali apabila perlu asal tidak kemasukan Komunis. Demokrasi Liberal amat rentan dengan kepentingan ini, sehingga keutuhan wilayah menjadi pertaruhannya”.

Sukarno harus bertindak cepat menyelamatkan Indonesia dari perpecahan, setelah mundurnya Hatta. Sukarno mendapatkan banyak laporan tentang korupsinya para politikus-politikus baik di Parlemen maupun Partai. Suatu saat ia memanggil beberapa menterinya sambil menendang kaki meja dan terdenger keras Sukarno menyatakan kegeramannya terhadap para koruptor yang tak paham arah bangsa Indonesia dan hanya mengganggu saja kerjanya. Di tanggal 30 Oktober depan Konferensi Perhimpunan Guru, Sukarno berpidato : “Aku, Sukarno....nggak ingin jadi seorang diktator Saudara Saudari....itu berlawanan dengan semangat saya, dengan jiwa saya...!!Saya adalah seorang demokrat. Saya benar-benar seorang Demokrat...!! tetapi demokrasi saya bukanlah demokrasi liberal, Yang ingin saya lihat ini demokrasi terpimpin, demokrasi yang mengarahkan, tapi ya tetap demokrasi”..........

Akhirnya Sukarno mengakhiri pemerintahan parlementer yang gonta ganti terus, ia memanggil Djuanda untuk bikin kabinet kerja (zaken kabinet). Disitu ia juga menarik Semaun yang dimintanya langsung untuk datang ke Indonesia, Semaun disuruh Sukarno menjadi penasihat bagi Djuanda, begitu juga dengan Chaerul Saleh. Hampir tiap sore Semaun datang dengan sarungan ke tempat Djuanda dan bicara serius soal pembangunan dari Semaun inilah kemudian Sukarno mendapatkan kontak-kontak penting di Moskow, Sukarno perlu modal Moskow untuk mulai gertak Amerika Serikat. Lalu di suatu hari Sukarno memanggil juga Subandrio untuk bantu soal-soal luar negeri terutama yang terpenting adalah soal Irian Barat.

Statemen demokrasi terpimpin Sukarno pada Oktober 1956 inilah yang kemudian dijadikan basis penting untuk melancarkan pemberontakan bagi para politisi-politisi yang kecewa dengan Sukarno. – Sementara Ike yang masih kebelet menguasai Indonesia disarankan agar tidak main kasar, jangan keliatan Amerika Serikat intervensi langsung ke Indonesia, mereka harus menggunakan orang dalam agar ‘Sukarno bertempur dengan Jenderal-Jenderalnya sendiri’.

Sukarno berhadapan pada situasi pelik, ia akhirnya memanggil Nasution untuk kembali pegang militer. Nasution punya anak buah yang amat berani dan bisa diandalkan, dialah Ahmad Yani yang langsung oleh Nasution dikirim ke luar Jawa untuk menggebuk pemberontakan daerah. Banyak bukti Amerika Serikat bermain atas pemberontakan daerah PRRI dan Permesta di tahun 1957-1958. Termasuk tertembaknya pilot pesawat Allen Pope.

Dubes Hugh Cumming diganti oleh Allison. Pesan Ike Eisenhower tetap sama saja, ‘Jangan dekati Sukarno” tapi Allison ini orang yang punya hati, masa akhir jabatannya di Indonesia ia menulis dalam memoarnya “Sukarno adalah orang dari Asia yang paling mengesankan yang pernah saya temui dalam hidup saya”. Allison heran dengan laporan-laporan bahwa orang Indonesia brutal-brutal, ia menemui fakta bahwa Isterinya senang di Indonesia dengan orang-orangnya yang ramah. Allison tidak memuaskan Ike Eisenhower.
Tahun 1960 Nixon, Wakil Ike Eisenhower kalah tarung Pemilu di Amerika Serikat dan sejarah mencatat nama John F Kennedy menjadi Presiden AS. Kennedy ini beda dengan Ike yang hanya mengandalkan otak anak buahnya, JFK lebih kepada mengandalkan otaknya sendiri, tapi memang JFK terlihat belum berpengalaman dalam politik luar negeri, ia juga masih terlalu bersemangat soal mimpi ‘Perdamaian dunia’. Sebelumnya JFK pernah datang ke Indonesia tahun 1957, ia belajar soal Indonesia. Sama seperti Kahin yang mengambil kesimpulan bahwa Indonesia bukanlah negara komunis, Indonesia diisi oleh para intelektual berbakat besar. Bersahabat dengan Indonesia adalah rekomendasinya yang utama. Kennedy memilih besahabat dengan Sukarno ketimbang tetangganya sendiri, Castro.

Di awal pemerintahannya JFK mendapatkan malu luar biasa karena ia gagal ekspansi militer ke Kuba. Gara-gara info penting berhasil disadap wartawan, penyerangan Kuba gagal total. Para pendarat jadi makanan empuk tembakan pasukan Castro. Begitu juga dengan peristiwa adu tank di Berlin yang hampir saja meletuskan perang dunia ketiga. Dengan Irian Barat, Kennedy harus hati-hati karena bila Sovjet Uni menurunkan pasukannya di Asia Tenggara maka perang di kawasan ini akan pecah. Setelah mempelajari situasi Kennedy lebih suka Irian Barat jatuh ke tangan Indonesia ketimbang ke tangan Belanda kemudian dijadikan alasan pihak Komunis untuk membebaskan Irian Barat.

Sikap JFK ini kemudian dibaca oleh banyak pihak yang berkepentingan. Pertama kali bulan februari 1961, Perdana Menteri Robert G Menzies Australia datang ke Washington untuk meyakinkan Kennedy jika Belanda dibiarkan pergi dari wilayah Nusantara, maka keseimbangan politik bagi Australia akan berbahaya. “Indonesia akan jatuh ke tangan kominis” kata Menzies, namun JFK menanggapinya dengan dingin. Dalam hal ini JFK masih memilih netral dalam soal Irian Barat. Ia pengen tau arahnya kemana? Tentu saja Belanda marah-marah, di depan parlemen Belanda di Den Haag Menlu Luns diteriaki anggota Parlemen “Apa-apaan ini sekutu kita sendiri malah asyik bermain dengan Sukarno”

Desakan parlemen Belanda itulah yang kemudian memaksa Menlu Luns dengan diantara dubes belanda untuk Amerika Serikat Van Roijen datang menemui Presiden Kennedy. Mereka marah pada JFK ini soal sikap diamnya tidak membela sekutu Belanda dalam menghadapi Indonesia. Bahkan ditengah kemarahan ini, Menlu Luns menunjuk-nunjuk ke hidung Kennedy. JFK diam saja namun ia dongkol juga, setelah Roijen menekan ingin tau sikap Amerika Serikat, dengan tidak sopan JFK berdiri dan langsung ke belakang, dia diteriaki Luns “Mau kemana” JFK menjawab seenaknya “Saya mau maen baseball”.

Sukarno mendapat kabar posisi Kennedy merasa gembira, ia memerlukan datang ke Washington juga membujuk agar Kennedy memihak kepada Sukarno. Saat kunjungan itu Sukarno diperlakukan amat hormat oleh Kennedy, ia dibawa ke ruang kamar pribadi JFK, lalu JFK menunjukkan koleksi foto-fotonya. Pertemuan itu dilukiskan sebagai pertemuan dua sahabat lama. Sukarno terkesan dengan anak muda tampan ini yang mengingatkannya sewaktu ia masih muda dulu.

Di tengah obrolan antar teman itu JFK nanya “Apa sih yang bikin Tuan Sukarno ingin dari Irian Barat, ras melanesia beda dengan ras melayu”

Sukarno menjawab sambil memainkan tongkatnya “You tau, wilayah itu adalah bagian dari negara kami, Irian Barat harus segera dilepaskan”. Lalu Kennedy membalas “Tetapi orang Papua adalah ras yang berbeda”.....
Sukarno menjawab lagi “Tuan Kennedy, jangan lupa di Amerika Serikat itu lebih rupa-rupa lagi ras-nya. Kelak bisa saja Amerika punya Presiden Kulit Hitam atau Menteri Pertahanan ras Arab. Sebuah negara tidak ditentukan oleh ras, sebuah nation tidak dibangun dari prasangka-prasangka rasial, tapi sebuah negara dibangun dari keinginan bersama untuk membebaskan dirinya untuk masa depan lebih baik”.......

Akhirnya Kennedy mengerti jalan politik Indonesia, tapi ia punya posisi terkunci. Sukarno akhirnya bermain-main taruhan modal untuk menggebuk Belanda sendirian, sebenarnya Bandrio sudah memberi usul “Baiknya total diplomasi saja, Amerika tidak mau perang disini” tapi kata Bung Karno “Saya tau watak orang Belanda, kalau tidak diserang militer, mereka itu bisa memainkan fakta, orang Belanda takut dengan perang beneran”....

Kemudian Sukarno memanggil Adam Malik untuk membantu permodalan militer Indonesia. Adam Malik meminta Nasution memaintain pinjaman militer besar-besaran dari Moskow, sekejap Indonesia mendapatkan duit Moskow. Lalu Indonesia membangun pertahanan militer terbesar di Asia. Kapal-kapalnya siap bertempur dan membuat Belanda gemetar.

Ada satu hal yang terlupa disini, adalah Sukarno terlalu ceroboh meminjam hampir 1 milyar dollar sementara devisa Indonesia belum cukup, kondisi ini kelak akan memicu inflasi. Ini sudah diperhitungkan bagi intel-intel CIA. Justru mereka menunggu dulu sikap JFK yang masih saja membela Sukarno.

Ternyata lewat jalan berliku Irian Barat direbut Indonesia, Belanda marah besar pada Amerika Serikat bahkan perebutan itu tanpa duit sama sekali seperti kejadian KMB 1949. Tapi ada hal paling penting disini, Indonesia udah kebanyakan pinjaman, Sukarno akan rapuh secara ekonomi, inilah yang diperhitungkan maka langkah intelijen Amerika Serikat yang amat tidak suka Sukarno adalah : Menetralisir Kennedy dan membuat Sukarno terjebak dalam perang baru...............

Lalu Inggris mendapatkan bola untuk mempermainkan Sukarno soal Malaysia.

Akhirnya John F Kennedy ditembak, Sukarno mati di Wisma Yaso. Hati-hati dengan persoalan Irian Barat, karena inilah pulau dimana Amerika Serikat juga memiliki kesejarahan historis yang amat kuat. Jangan sampai terjebak provokasi, seperti cerita Kolonel Lubis soal tawaran CIA untuk meledakkan pangkalan minyak milik Caltex agar pasukan Marinir ada alasan untuk menjaga investasinya. Persoalan Irian Barat sekarang amat pelik, mungkin hanya satu penyelesaiannya : “Mengembalikan Kesadaran Nasional dan Tujuan Bangsa ini ke depan, tanpa ini justru rasa kasihan kita bila Papua lepas maka itu akan memancing satu persatu Pulau di Indonesia merdeka. Hentikan politik kekerasan di Papua, karena ini adalah fase awal dari pemecahan Indonesia sesungguhnya”.

Sukarno dipenjara untuk Kemerdekaan Bangsanya




Setelah Sukarno membaca Indonesia Menggugat hakim tetap memutuskan Sukarno bersalah dan ia harus dipenjara di Sukamiskin. Sukarno adalah seorang Sarjana Teknik Arsitektur, saat itu Kota Bandung sedang menggeliat menjadi kota besar bahkan Bandung mendapat predikat kota kolonial terbaik di dunia pada perlombaan tata ruang kota di Afrika Selatan pada tahun 1928. Profesi Arsitektur saat itu booming, Sukarno ditawari menjadi pegawai pemerintah untuk mendesain bangunan-bangunan pemerintah, sarana umum seperti jembatan dan desain taman kota. Tapi Sukarno menolak, walaupun ia ditawari gaji : 5.000 gulden, namun Sukarno berkata pada orang yang menawarinya "Saya memang akan hidup enak dengan gaji seperti ini, saya bisa menyenangkan orang tua saya, saya bisa bahagia membangun rumah tangga tanpa kekurangan sedikitpun. Tapi bila saya terima ini, bangsa saya tidak akan berubah. Dan mimpi-mimpi saya seperti akan menjadi tergadaikan hanya untuk kesenangan pribadi. Bagi saya Tuan, perjuangan untuk bangsa ini, diatas segala-galanya. Saya hidup diatas landasan mimpi saya, dan dengan begitu saya tidak mengkhianati mimpi-mimpi saya dan mimpi jutaan orang dari bangsa ini, bangsa yang bermimpi memiliki kebebasannya".


Ia yang berjuang demi bangsanya, rela masuk bui pada sel kecil sempit dan bau, ia rela mengorbankan kesenangan-kesenangan pribadinya. Dia hanya bisa berolahraga menghangatkan dirinya dengan matahari hanya satu jam lalu dikurung lagi. Inilah watak manusia sesungguhnya, ia berjuang demi mimpi dan Sukarno hanyalah satu dari representasi ribuan manusia Indonesia yang rela dikurung badannya demi sebuah bangsa. Mereka menolak kesenangan dunia, mereka bersatu menderita demi mimpi yang mereka inginkan.

Lalu kemanakah bangsa yang diimpikan Sukarno ini? Bangsa yang sudah didirikan dengan pengorbanan bui, buang dan bunuh ini. Puluhan tahun setelah Sukarno mati, puluhan tahun setelah apa yang diimpikannya berhasil, rakyat negeri ini hanya melihat dagelan-dagelan politik yang isinya pembohongan semua. Dari Presiden sampai pegawai sekecil-kecilnya memamerkan cara terampil berkorupsi, tak ada gairah perjuangan, gairah hidup menderita demi terwujudnya mimpi, semua senang-senang menghamburkan uang rakyat, uang yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan umum.

Pada diri Sukarno, pada ribuan orang yang hidup di Digoel, Pada kematian-kematian di masa Orde Baru yang berjuang menggulingkan pemerintahan fasis, hendaknya Presiden SBY merasa malu, bahwa negerinya berjalan seolah tanpa etika.

Kelahiran Sukarno



Kelahiran Bayi Kusno dan Kelahiran Sukarno

Pagi setelah Subuh, Pada 6 Juni 1901 di satu jalan sempit perkampungan Surabaya, telah lahir seorang bayi lelaki yang dinamakan Kusno dari seorang ayah bernama Sukemi Sosrodihardjo. Sukemi memberikan nama anak ini singkat saja : Kusno, lalu beberapa jam setelah kelahirannya, ia menuliskan surat kepada saudara-saudara isterinya yang berada di Singaraja, Bali :"Telah lahir anakku yang kuat dan sehat, berwajah bersih dan menawan. Semoga kelak dia akan berguna untuk bangsa ini dan kebaikan kita semua" Setelah menerima surat Sukemi, saudara-saudara Nyoman Rai langsung beribadah di Pura memohon agar bayi ini diberi perlindungan dewata, di Surabaya Kusno kecil juga di adzani sesaat setelah dilahirkan. Sejak bayi, Sukarno memang ditakdirkan tidak hanya direstui satu jenis doa saja. Ia dilahirkan dalam situasi-situasi penuh perbedaan.

Beberapa bulan kemudian ia tumbuh menjadi bayi yang ringkih, ia sakit-sakitan. Lalu Sukemi mengganti nama Kusno menjadi nama Sukarno. Dan entah kenapa penyakit panasnya kontan sembuh.

Sukarno kecil tumbuh menjadi anak yang lincah, ia amat suka bermain. Dan dalam permainan ia ingin selalu menjadi pemenang. Jika tidak maka lawan akan dihantamnya atau mainan kawannya dibuang ke kali, dan kelak di masa tuanya Sukarno bercerita pada Cindy Adams "Aku ingin selalu menjadi pemenang, bila kawanku memiliki gasing yang lebih baik dan lama berputarnya, dan aku gagal mengalahkannya maka gasing itu kuambil lalu kubuang. Itulah cara-cara Sukarno dia tidak boleh dikalahkan".

Perjalanan hidup Sukarno tak bisa dilepaskan dari dua hal : Buku dan Mimpi. Perkenalannya dengan dunia buku pertama kali adalah saat ia sudah bisa membaca di umur 6 tahun. Ayahnya pulang mengajar dan membawa buku cerita tipis tentang cerita-cerita anak Belanda. Sejak itu Sukarno suka sekali membaca. Suatu saat ayahnya mengajak ke perpustakaan di tengah kota dan Sukarno melihat sebuah buku yang amat menarik judulnya "David Copperfield" karangan Charles Dickens, buku inilah yang kemudian membawa Sukarno pada kesukaan membaca dunia sastra, dan entah kenapa penderitaan David Copperfield justru mengilhami dirinya Pertama, ia selalu mengindentifikasikan dirinya sebagai David Copperfield dan kedua, ia mulai belajar tentang susunan masyarakat berdasarkan kelas-kelas sosial. Disini Sukarno mulai mengerti tentang situasi penindasan, setidaknya penindasan satu manusia dengan manusia lainnya.

Sukarno selalu bermimpi menjadi pembebas, ia seorang sembrono dalam memutuskan sesuatu, sama ketika saat ia pulang sekolah dan melihat beberapa sinyo bermain bola lalu ia ikut bermain di tengah lapangan dan sinyo-sinyo tersebut mengusirnya lalu Sukarno dihajar habis-habisan, atau Sukarno tanpa seijin ayahnya memacari wanita Belanda dan kemudian diusir ayah pacarnya itu, sakit hati Sukarno inilah yang kemudian menjadi dasar pembentukan dirinya di masa depan. Sukarno sedikit-sedikit mulai paham bahwa bangsanya dijajah oleh bangsa lain.

Suatu hari Sukarno sedang menumbuk beras di pelataran, lalu ia melihat sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan rumahnya. Ia melihat seorang lelaki berusia 30-an, langsing dan berkumis baplang. Ia memanggil Sukarno dan bertanya "Apa ini rumah Pak Sukemi?" Sukarno mengangguk, ada getar di hatinya saat melihat wajah orang itu. Sukarno seakan melihat masa depannya. Orang itu adalah HOS Tjokroaminoto.

HOS Tjokroaminoto adalah bidan yang melahirkan watak-watak Sukarno, dan pertemuan dengan Tjokro inilah yang kemudian menjadi kelahiran kedua bagi diri Sukarno melihat dunia.


Anton Djakarta, 6 Juni 2011

Mengukur Imajinasi Sukarno


Mengukur Imajinasi Sukarno

Mempelajari Sukarno adalah sebuah imajinasi, sebuah degup yang mungkin tidak akan pernah berhenti. Sukarno dibesarkan oleh ilmu pengetahuan cara barat, tapi ia selalu berpikir dan bertindak dengan cara-cara Jawa. Orang Jawa tidak pernah menggunakan rasio-rasio yang terukur untuk membangun tindakan, mereka lebih mengedepankan insting-insting yang dipercayainya, mereka membangun tindakan dari rangkaian insting itu. Mustahil mempelajari Sukarno dan apa yang dilakukannya tanpa kita melibatkan banyak unsur kultural, sejarah kekuasaan Jawa, psikologis kekuasaan Jawa, cara orang Jawa melihat masa depan, cara orang Jawa mendalami siklus jaman dan yang terpenting dialektika jaman yang bekerja.

Puncak kerja Sukarno adalah tahun 1960-an, yang oleh sejarawan Orde Baru dilabur sebagai tahun kebangkrutan Indonesia. Tapi sadarkah kita? di tahun-tahun itu Indonesia berada pada puncak sejarahnya. Puncak keagungannya? Militer kita terbesar nomor lima di dunia, pengaruh diplomasi kita meliputi hampir separuh dunia. Di luar Amerika Serikat dan Sovjet Uni, Indonesia-lah yang paling berperan dalam dunia politik internasional.

Kemiskinan di masa Sukarno yang diberitakan oleh media-media barat ini tak lebih antrean minyak tanah pada masa SBY, bahkan PKI yang kerap memprotes tindakan pemerintah oleh sejarawan Orde Baru dianggap sebagai penyebab lesunya ekonomi. Analisa ini menjadi lucu karena PKI berada diluar struktur pemerintahan. Ekonomi Indonesia tidak morat-marit sama sekali di Jaman Bung Karno, bahkan bila kita melihat secara EVA (Economics Value Added) rangkaian kinerja Sukarno tahun 1960-1965 memiliki nilai tinggi di masa depan, yaitu apa? -adanya penguasaan secara penuh modal nasional-. Sukarno dengan tahapan-tahapannya mengarahkan negara untuk menguasai modal nasional secara utuh. Dengan penguasaan modal nasional maka ia bermimpi : Biaya kesehatan dibiayai gratis, sekolah anak-anak bangsa gratis, dia bisa membiayai anggaran militer yang kuat dan seluruh Indonesia dibangun pelabuhan-pelabuhan dagang yang kuat serta ramai dan menjadi jalur penting perdagangan dunia. Tapi ekonom cupet, sejarawah tolol banyak melihat sesuatu hanya satu scoupe, satu dimensi, gagal melihat sesuatu dengan gairah keseluruhan.

Di jaman Sukarno ketimpangan kekayaan nyaris tak ada. Anak Menteri dan anak rakyat biasa bersekolah di tempat yang sama, naik sepeda dengan merek yang sama, korupsi kalaupun ada jelas penyelesaiannya. Tidak ada kelompok atau orang yang berani korupsi dalam skala raksasa, karena kalau itu terjadi maka beresiko dihadapkan ke regu tembak.

Tapi masa Sukarno mungkin sudah lama berlalu, kita melewati sedemikian lama pengelabuan sejarah Orde Baru, dan sekelompok orang sekarang yang tak percaya bagaimana dunia sosialisme bekerja. Kita dipaksa untuk percaya bahwa Mall-Mall, Ruang Perbelanjaan Kapitalis, Rumah Sakit Mahal, Universitas Mahal adalah masa depan Indonesia, kita dipaksa percaya untuk itu.

Mimpi-mimpi Sukarno menjadi hantu yang menakutkan bagi mereka.............

Ketika Sukarno Menikahkan anaknya


Pada tahun 1969 Sukarno ditengah sakit ginjalnya yang parah menghadiri pernikahan anaknya Rahmawati Sukarnoputeri dengan Martomo Pariatman Marzuki atau dikenal dengan panggilan Tommy. Pernikahan itu jauh dari kemewahan, dalam kondisi yang amat prihatin. Pernikahan cukup berlangsung di rumah Ibu Fatmawati di Jalan Sriwijaya Kebayoran.
Saat Bung Hatta datang ke pernikahan itu dan memberi selamat kepada Rachma. Tiba-tiba terbuka pintu ada beberapa tentara. di antara kerumunan tentara ada Bung Karno yang memakai jas hitam agak kedodoran dengan muka bengkak-bengkak datang ke pernikahan anaknya itu. Ketika melihat kehadiran Bung Karno di sana, semua mata tertuju ke pintu. Beberapa orang meledak tangisnya termasuk Guntur. Hatta mengusap air mata dan tersedu-sedu melihat Sukarno. Fatmawati langsung berlari ke arah Sukarno dan menciumi suaminya itu. Sukarno berusaha tertawa tapi jelas ia sudah amat kepayahan. Sementara di luar rumah berita kedatangan Sukarno mulai diketahui banyak orang, dari tukang becak sampai tukang dagangan berlarian ke depan pagar rumah Sriwijaya mereka berteriak-teriak : “Hidup Bung Karno….Hidup Bung Karno” komandan tentara kaget dan memerintahkan agar Sukarno tidak terlalu lama di rumah Sriwijaya, ia harus segera pulang ke Wisma Yaso.
Inilah satu-satunya pernikahan Bung Karno untuk anaknya yang ia hadiri. Sebuah tragedi memilukan dari seorang yang mendirikan bangsa ini. Seorang yang sepanjang hidupnya bekerja untuk Indonesia Raya. Seorang yang membebaskan bangsanya.

Sukarno, ACFTA dan Bangkrutnya Indonesia di Bawah SBY




Di tahun 1928 Sukarno senang sekali memperhatikan arah politik dunia, setiap bacaan ia arahkan pada arah politik dunia atau geopolitik. Bila di tahun-tahun sebelumnya Sukarno amat menyukai bacaan dengan landasan-landasan ilmu pikir murni, seperti Komunisme, Kapitalisme, Pan Islamisme ataupun sejarah, maka sejak awal 1928 Sukarno mulai memperhatikan apa yang terjadi dalam politik Internasional.

Pernah pada satu saat ia berjumpa dengan wartawan dan meminta mengulas terus apa yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat, Sukarno merasa sudah ada perkembangan di Jerman karena pemerintahan Weimar sudah amat buruk, Hitler mulai menunjukkan pesonanya di depan Angkatan Darat Jerman, Inggris sedang mengalami kesulitan, sementara Amerika Serikat lagi menikmati masa jaya-jayanya ekonomi kapitalis liberal sebelum akhirnya hancur pada tahun 1929 akibat depresi besar yang terjadi berkat permainan spekulasi saham yang berlebihan, spekulasi inilah yang kemudian menjadikan Amerika mengirim bisnismen-bisnismennya ke Jerman untuk melobi pihak Eropa dan mengadu domba mereka sehingga terjadi Perang Besar, jika perang besar terjadi maka Amerika Serikat bisa menggerakkan perekonomiannya.

Sukarno senang sekali dengan peta politik Internasional ia kerap menandai jajahan Inggris dengan tinta biru, jajahan Belanda dengan tinta merah dan jajahan Perancis ia coret dengan garis bergelombang. Suatu hari Sukarno kedatangan temannya dari Singapura yang membawa dua buku berjudul Seapower in the Pacific dan “The Great Pacific War” karangan Hector Charles Bywater. Bywater adalah seorang jurnalis Amerika yang mengikuti perkembangan politik dunia, ia melakukan pengamatan apa yang terjadi dalam konstelasi-konstelasi kekuatan dunia itu, dalam renungannya Bywater menuliskan bahwa “kelak suatu hari akan terjadi perebutan kekuasaan di Lautan Pasifik antara Kekaisaran Jepang dengan Amerika Serikat dalam memperebutkan wilayah Asia Pasifik”. Dalam bukunya Bywater menuliskan bahwa serangan itu bermula dari pengeboman Pangkalan Militer Amerika Serikat di Filipina – (walaupun kemudian terjadi tahun 1942 bahwa yang dibombardir justru dari Pearl Harbour). Sukarno berpikir dalam-dalam soal yang diberikan Bywater ini, ia merenung dan membawa pulpennya lalu menuliskan catatannya diatas kertas : “Apabila Filipina diserbu Jepang, maka Jepang akan masuk lewat dua kemungkinan : Jawa atau langsung dari Pangkalan Militernya di Okinawa. Andai Jawa yang dikuasai maka otomatis ia akan menguasai Nusantara, penguasaan Jawa ini akan sedikit banyak mengusir Belanda. Lalu Sukarno teringat pada ramalan Jayabaya yang sudah amat dikenal dalam cerita-cerita rakyat (folklore) orang Jawa : “Kelak akan ada bangsa cebol berkulit kuning yang akan menguasai Jawa seumur jagung” seumur jagung adalah kalimat idiom dari kata waktu “singkat” . Akan ada penguasaan waktu yang amat singkat. Di titik inilah Sukarno menandai pertaruhan politiknya. “Pertarungan yang amat singkat akan menjadikan pertaruhan politik Indonesia ke depan, pertaruhan jangka panjang”.

Sejak menggeluti pemikiran Bywater, Sukarno mengarahkan seluruh daya politiknya pada pertarungan Internasional untuk memanfaatkan kesempatan bagi Indonesia. Ia paham bila pertarungan itu dibawa ke dalam, maka Indonesia belum kuat, harus mempermainkan politik Internasional untuk kemerdekaan Indonesia dan keuntungan-keuntungan strategis lainnya.

Pada tahun 1929, Sukarno sekali lagi menemukan Amerika Serikat menemui depresi ekonomi besar. Sukarno melakukan hitung-hitungan politik, bila Amerika Serikat mengalami depresi besar maka yang terjadi adalah Amerika membutuhkan modal. Sukarno berpikir bahwa satu-satunya cara mendapatkan modal Amerika harus menciptakan perang baru – (teori Sukarno ini sampai sekarang masih digunakan Amerika dalam mengelola konflik politik Internasional yang pada ujung-ujungnya adalah penguasaan sumber-sumber minyak bumi dan penguasaan alam). Sukarno juga melihat sumber daya alam Indonesia sebagai sumber logistik terbesar dalam Perang Asia Pasifik. Kebangkitan fasisme di penjuru dunia menarik perhatian Sukarno, kebangkitan fasisme adalah tahap akhir dari kebangkrutan Kapitalis ini yang Sukarno baca dari analisa-analisa ekonom Komunis tentang Kapitalisme. Sukarno sendiri akhirnya lebih setuju dengan tulisan yang menyatakan “Fasisme akan mati dengan sendirinya karena tidak sesuai dengan kodrat pertumbuhan masyarakat” Kematian fasisme ini menjadikan Sukarno akan mempermainkan Jepang bila kelak Jepang datang. Sukarno sendiri dengan daya ciptanya sudah memperkirakan kemerdekaan Indonesia akan terjadi pada Agustus 1945. Ini juga kelak menjadi naskah sandiwara tonil yang ia lakukan di Flores dengan judul sama : Agustus 1945.

Penemuan arsitektur geopolitik Sukarno inilah yang kemudian menjadi landasan kerja politik Sukarno, tinggal dia bagaimana menyadarkan rakyat tentang arah masa depan. Lalu setiap waktu Sukarno berpidato soal Perang Pasifik ini. Laporan-laporan Intel Belanda menyebutkan Pidato Sukarno tentang Perang Pasifik ini akan amat diperhatikan oleh banyak orang, tapi yang lebih menakutkan apabila kemudian Amerika Serikat atau Jepang memperhatikan apa omongan Sukarno, maka ini akan memancing kekuatan luar negeri untuk hajar Belanda.

Pada awalnya Sukarno dianggap anak manis dalam Pergerakan Nasional di Indonesia, tapi dengan gagasannya soal Perang Asia Pasifik maka Sukarno dianggap memancing keributan yang lebih berbahaya lagi yaitu “Masuknya kekuatan Internasional dalam menggugat jajahan Belanda” dalam hal ini Jepang. Pada tanggal 28 Desember 1929, Sukarno diundang oleh Raden Mas Sujudi dari Yogyakarta untuk berbicara di depan rapat politik kaum kebangsaan di Solo. Sukarno datang dan berpidato di Solo dengan penuh semangat dan gayanya yang dramatik : Imperialis, perhatikanlah! Dalam waktu tidak lama lagi, Perang Pasifik menggeledek menyambar-nyambar membelah angkasa, ”Apabila, Samudera Pasifik merah oleh darah, dan bumi di sekelilingnya menggelegar oleh ledakan bom dan dinamit. Di saat itulah rakyat Indonesia menjadi bangsa yang merdeka”. Disini Sukarno terus menerus menulis tentang kemerdekaan yang akan terjadi, artinya Sukarno memberikan visi agar rakyat Indonesia bersiap. Dan tulisan Sukarno memang dibaca hampir seluruh rakyat Indonesia yang terdidik lewat koran-koran, -hal yang menunjukkan betapa tulisan Sukarno bisa menjadikan alam bawah sadarnya adalah ucapan Jenderal Nasution ketika ditawari oleh agen asing untuk memberontak melawan Sukarno tapi Nasution menolak dan menjawab dengan tegas “Sejak saya kecil, sejak saya tak tau apa artinya Nasionalisme, Sukarno-lah yang mengajari saya lewat tulisan-tulisannya di koran-koran tentang Nasionalisme, dialah yang menyadari saya tentang sebuah KeIndonesiaan di masa saya muda” begitu juga dengan catatan Deliar Noer semasa ia kecil, semasa ia kanak-kanak di usia 8 tahun Deliar Noer mencatatkan di bukunya sebagai tulisan anak kecil ia menulis : “Kelak aku akan jadi Sukarno, akan jadi Hatta” ini berarti tulisan Sukarno memang sudah tersebar amat luas di seluruh wilayah Hindia Belanda dan mempengaruhi banyak orang. Tulisan ini kemudian menjadi tanggung jawab bagi Sukarno mengarahkan ke arah mana rakyat harus bertindak.

Sukarno sudah melihat Perang Asia Pasifik sebagai alat paling penting dalam proses kemerdekaan Indonesia. Disini Sukarno sudah melakukan sebuah Pemetaan yang jelas dan tahapan-tahapan pasti kepada rakyat Indonesia. Gara-gara pidato di atas Sukarno kemudian ditangkap oleh Polisi Belanda, Rumah Sujudi digerebek dan seluruh rombongan Sukarno digelandang ke halaman lalu disuruh ganti pakaian di halaman dan kemudian diangkut truk ke Stasiun Tugu Yogyakarta, dimasukkan ke Gerbong Khusus tanpa jendela dibawa ke Bandung untuk diadili. Di depan Landraad (Pengadilan) Sukarno berkata terus menerus tentang sumber daya alam yang dikeruk Belanda. Disana Sukarno digetok hukuman 4 tahun penjara hanya karena membela nasib bangsanya.

Apa yang dilakukan Sukarno demi bangsanya sangat berbeda sekali dengan apa yang dilakukan pemerintahan SBY sekarang. Apakah anda masih ingat sewaktu SBY masih jadi Menkopolkam di tahun 2003 dan bertemu dengan seorang penggede Amerika Serikat, SBY mengatakan tanpa tau malu : “I love the United States, with all its faults. I consider it my second country.” (Saya mencintai Amerika Serikat, dengan segala kesalahan-kesalahannya, Saya akui Amerika Serikat ini adalah Negara Kedua bagi Saya). Ucapan model apa ini!! ....bagaimanapun ucapan ini dilakukan oleh seorang Pemimpin bukan seorang warga biasa dalam situasi emosional. Seorang Pemimpin bangsa hanya harus memiliki satu loyalitas, ya kepada bangsanya sendiri. Lalu apa yang terjadi pada ACFTA 2010. ACFTA adalah perjanjian perdagangan Bebas antara ASEAN-CINA, disini Indonesia masuk ke dalam wilayah perjanjian 2010. Tapi Indonesia sama sekali tidak mempersiapkan infrastruktur untuk menghadapi Perdagangan Bebas dengan Cina, coba anda perhatikan ada apa dibalik gagapnya SBY terhadap persoalan ACFTA ini, SBY sama sekali tidak melakukan gebrakan kepada rakyatnya “Ayo bangun infrastruktur, ayo kita mulai siap bertanding” tapi ia malah asik dengan dirinya sendiri, dana anggaran digarong dimana-mana sehingga rakyat tidak kuat bertanding dalam iklim Perdagangan Bebas.

Sebenarnya hal ini adalah permainan, dengan tidak siapnya Indonesia berdagang dengan Cina, maka rakyat akan marah-marah dengan Cina, lalu kenapa? Itulah yang ditakuti Amerika Serikat. Cina akan menjadi kekuatan paling penting di Asia Tenggara, Ekonomi Cina secara bertahap akan membangkrutkan dominasi Ekonomi Amerika Serikat yang sudah direbutnya dengan membunuhi 3 juta nyawa orang Indonesia lewat rekayasa Gestapu 65, Menggulingkan Sukarno, Membangun Pemerintahan buas Militer Orde Baru dan memenjarakan ribuan orang untuk kesalahan yang tak dimengertinya. Inilah landasan ekonomi Amerika Serikat dibangun di Indonesia. Sementara Cina membangun ekonominya sendiri masuk ke Pasar tanpa membunuhi satu-pun orang Indonesia, tapi Amerika marah karena pasarnya direbut, lalu datanglah Obama ke KTT Asean di Bali. Lewat perantaraan SBY pula Amerika Serikat melakukan kontrak dagang dengan ASEAN. Amerika Serikat menempatkan Pangkalan Militernya di Darwin untuk menggertak Cina. Disini rakyat Indonesia tetap harus jadi milik Amerika Serikat. Apa yang dilakukan SBY bisa diindikasikan begitu Pro-nya SBY kepada Amerika Serikat sehingga ia seakan-akan menghambat jalur pertarungan antara ekonomi rakyat Indonesia untuk bersiap menghadapi Cina.

Rusaknya kerangka pemikiran SBY adalah selama 7 tahun pemerintahannya ia tidak menjalankan gebrakan ekonomi yang mengarahkan pada perubahan politik dagang Internasional. Tak ada satupun analisa-analisa yang keluar tentang ekonomi dagang Internasional dimana Indonesia harus menempatkan dirinya, tak ada satupun kebijakan yang menyeluruh untuk membangkitkan Indonesia dalam pertarungan dagang ke depan. Obsesinya sama sekali hampa, dan ia sibuk dengan dirinya sendiri.

Sesungguhnya Indonesia sedang menghadapi bahaya masa depan, yaitu : Bahaya Imperialisme Dagang dan Modal. Jaringan-jaringan perdagangan kita akan ditutup oleh kekuatan modal Internasional, ini akan berdampak pada bangkrutnya ekonomi rakyat, gerakan muda harus memperhatikan dengan amat serius ekonomi perdagangan Internasional agar jangan nanti kita hanya jadi perluasan Pasar Cina atau tetap menjadi budak Amerika Serikat.

Bila ekonomi rakyat bangkrut, maka tak ada lagi yang ada dalam diri kita kecuali badan. Dan bila badan menjadi satu-satunya hak milik yang diperdagangkan maka selamanyalah kita tetap akan jadi kuli, jadi bangsa kuli dan kuli diantara bangsa-bangsa. Kita harus membangun kembali kerangka ekonomi dan strategi menyeluruh sekaligus merumuskan keadaan-keadaan seperti yang dilakukan Sukarno dalam membentuk peta ke arah Indonesia merdeka. Inilah yang harus kita lakukan untuk menerobos dan membongkar kembali apa yang sesungguhnya terjadi dalam keIndonesiaan kita.

Anton, akhir November 2011.

Kisah Jembatan Bung Karno



Kisah Jembatan Bung Karno

Pada tahun 1923 seorang Residen Palembang Le Cocq de Ville menyusuri sungai Musi. Ia melihat sekeliling sungai dan banyaknya perahu yang lalu lalang, kemudian kapalnya merapat ke sebuah rumah kepala lingkungan di tepi Sungai Musi. Di sana Le Ville bertanya “Kenapa seberang Ulu dan Seberang Ilir ini tidak disatukan jembatan?” tanya De Ville sambil tangannya menunjuk arah dua tempat itu. Kepala lingkungan menjawab dengan sopan “Dulu waktu pembentukan Gemente (Pemerintahan Kota) Palembang sekitar tahun 1906, ide ini pernah ada...tapi kabarnya tidak jadi karena Batavia sedang sibuk urusan di tempat lain, saya waktu itu juga hadir dalam pertemuan di Gemente”.

De Ville berpikir keras ide ini hebat juga, ia ingin meninggalkan kenangan sebagai pembangun Jembatan besar di Sungai Musi. Pada tahun 1924, de Ville berangkat ke Batavia, sesampainya di Batavia ia diajak ke tempat peristirahatan Gubernur Jenderal di Buitenzorg Bogor. Sesampainya di Bogor, Gubernur Jenderal bertanya pada de Ville “Bagaimana pembangunan kota Palembang?”

De Ville menjawab “saya ingin Batavia membangun Jembatan di Sungai Musi”. Gubernur Jenderal mengangguk-angguk “Sebenarnya dulu sudah mau dibangun, tapi Batavia sedang sibuk bangun kota Bandung, konsentrasi diarahkan kesana semua, terbukti kontes kota-kota kolonial di Afrika Selatan Bandung jadi kota koloni terbaik sedunia”.....

De Ville mengeluarkan rencana jembatan yang dibuat oleh arsitek temannya. Gubernur Jenderal menyimak gambar tersebut kemudian memerintahkan ajudannya untuk menyimpan gambar. Pada tahun 1928 ada kabar bahwa Jembatan akan dibangun, tapi kemudian rencana itu dibatalkan karena sedang ada resesi dunia di tahun 1929, Batavia mengambil kebijakan untuk proyek raksasa semuanya dihentikan dulu.

Kecewa dengan batalnya rencana ini, de Ville memesankan kepada beberapa pemimpin di Palembang untuk tetap berjuang dalam membangun Jembatan Sungai Musi. Idee de Ville ini justru terlaksana ketika Hindia Belanda bangkrut dan Palembang dikuasai oleh orang-orang Republik. Pada tahun 1956 dibentuklah Parlemen Daerah Peralihan Awal untuk Kota Palembang. Beberapa pemimpin Palembang hadir dalam rapat pleno Parlemen Peralihan itu, seperti Penguasa Perang Daerah Kolonel Harun Sohar, Gubernur Palembang H.A Bastari dan walikota Palembang M. Ali Amin. Dalam rapat itu usulan besarnya adalah membangun Jembatan di Sungai Musi, disepakati nama Jembatan itu adalah Jembatan Musi. Setelah rapat pleno usai, beberapa pemimpin berkumpul di ruang pertemuan gubernuran untuk membahas pembangunan Jembatan Musi yang sudah disetujui Parlemen Daerah (DPRD), mereka sepakat untuk mengumpulkan modal awal dulu. Pada tahun 1957, panitia kemudian berhasil mengumpulkan modal awal Rp. 30.000,-. Di tahun itu juga kemudian beberapa orang mengusulkan agar melapor ke Djakarta untuk meminta anggaran pembangunan Jembatan Musi.

Beberapa pemimpin Palembang seperti Gubernur Bastari, Penguasa Perang Daerah Kolonel Harun Sohar, Walikota Ali Amin dan seorang pengusaha bernama Indra Caya, berusaha menemui Bung Karno. Saat itu Bung Karno baru saja pulang dari lawatannya ke beberapa negara.

Bung Karno dilapori ajudannya Kolonel Sugandhi tentang adanya beberapa orang yang menyebut dirinya sebagai Tim Pembangunan Jembatan Musi akan menemui dirinya. Sukarno membaca surat permintaan bertemu, dengan singkat Bung Karno berkata pada Gandhi “Segera pertemukan pada saya”.

Tim itu akhirnya diundang sore hari untuk menikmati teh panas dan beberapa panganan gorengan. Mereka bicara di beranda Istana Negara sambil melihat-lihat taman. Sukarno bercerita soal dirinya yang Insinyur “Dulu saya ini hanya bangun jembatan-jembatan kecil, bikin jembatan se-iprit, kecil....saya tidak suka sebenarnya, saya suka dengan Jembatan yang mampu menggugah daya sadar, bukan saja Jembatan yang mampu membangunkan kekuatan ekonomi rakyat, tapi juga jembatan yang mampu menjadikan lambang dari kota itu, Jembatan itu harus aman, harus memberikan rasa aman kepada yang menggunakannya, jangan sampai dibangun lantas roboh, dibangun lantas roboh...dibangun lantas roboh....itu pernah terjadi di Belanda, makanya orang Belanda sangat hati-hati jikalau sedang membangun Jembatan, hitungannya teliti”.

Lalu Gubernur menyerahkan rencana pembangunan Jembatan kepada Bung Karno. Melihat rancangannya yang sedemikian sederhana Bung Karno menolak. “Saya akan buat yang lebih bagus lagi untuk Rakyat Palembang” lalu beberapa bertanya soal pendanaan. “Bagaimana dengan pendanaannya Pak...?” tanya mereka.

“Kalian tak usah pusing, urusan itu aku yang urus...yang penting bagaimana rakyat Palembang mampu mendapatkan kebanggaannya sekaligus meningkatkan kesejahteraannya lewat pembangunan Jembatan ini....”

Sukarno sudah memperhitungkan dengan baik, pembangunan Jembatan ini tidak akan memberatkan anggaran negara, ia tahu bahwa Perdana Menteri Djuanda sedang mempersiapkan tanda tangan pampasan perang Djepang. Pada tahun 1955 sebenarnya Pampasan Jepang itu akan cair, tapi Indonesia bersikeras Djepang harus membayar sekitar 17,7 Milyar Dollar karena Indonesia kehilangan 4 juta nyawa selama Indonesia di jajah Djepang. Sebenarnya dana Pampasan Perang Djepang ini adalah desakan sekutu pada konferensi di San Fransisco 1951 agar Djepang membayar ganti rugi kepada negara-negara eks jajahan. Namun Djepang selalu berkelit dan malah membuat rencana besar pampasan ini akan diubah bentuknya jadi pembukaan pasar domestik. Akhirnya Djepang hanya mau mengeluarkan 200 juta dollar untuk biaya pampasan Jepang, penghapusan hutang dan bantuan jangka panjang 400 juta dollar.

Tahun 1958 Sukarno sudah mendapatkan kabar dari Perdana Menteri Djuandan bahwa sekitar 20 juta dollar tahap pertama pampasan Jepang akan segera disetujui. Berdasarkan dari kabar inilah Sukarno menyusun salah satu rencananya membangun Jembatang Sungai Musi. Pada tahun 1960, dana benar-benar cair dan dimulailah Jembatan Musi.

Sukarno meminta kepada arsitek Jembatan Musi ini agar membangun boulevard di kedua sisi jembatan. Jembatan Musi dibangun dengan arsitek Jepang yang memang amat paham bagaimana membangun Jembatan di wilayah dengan resiko gempa tinggi. Sukarno meminta agar Jembatan itu bisa bertahan 100 tahun bahkan lebih, ahli-ahli Jepang itu menyanggupinya.

Pada tahun 1965, Jembatan itu selesai dibangun dan rakyat Palembang memberikan nama Jembatan itu “Jembatan Bung Karno”. Sebagai rasa terima kasih mereka kepada Presidennya yang telah berjuang membangun Jembatan di tengah kota Palembang dan menjadi kebanggaan rakyat Palembang. Tapi konspirasi Gestapu 65 membuat Sukarno terpuruk, saat ramai-ramainya demonstrasi 1966, Jembatan Bung Karno diganti namanya menjadi “Jembatan Ampera” Ampera ini singkatan “Amanat Penderitaan Rakyat”.

Motivasi Ala Sukarno



Bung Karno menciptakan kata-kata menjadi sebuah wujud, sebuah gerak, menjadi sebuah alur drama perjalanan bangsa ini, dialah orang yang mampu menggerakkan jutaan orang untuk berbuat untuk mimpi yang sama, membeli cita-cita yang sama -Sebuah kebesaran dan kehormatan Indonesia Raya.

Inilah salah satu kalimat motivasi Sukarno : "Bangsa yang tidak percaya pada kemampuan dirinya sebagai bangsa, tidak berhak menjadi bangsa yang merdeka." Dan katanya lagi, "Jangan mengeluh, karena mengeluh pertanda kelemahan jiwa. Kita harus sanggup digembleng oleh keadaan. Hampir hancur lebur bangun kembali, hampir hancur lebur bangun kembali."

Memahami Pidato Bung Karno


Memahami Pidato Bung Karno


Kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal,
kemerdekaan malah membangun soal-soal, tetapi kemerdekaan juga memberi jalan untuk memecahkan soal-soal itu. Hanya ketidak-kemerdekaanlah yang tidak memberi jalan untuk memecahkan soal-soal ... Rumah kita dikepung, rumah kita hendak dihancurkan .... Bersatulah Bhinneka Tunggal Ika. Kalau mau dipersatukan, tentulah bersatu pula.

Soekarno, 17 Agustus 1948

Pidato Bung Karno selalu memberikan nuansa filosofis yang tinggi bagaimana bernegara dan berbangsa. Ia bukan saja menyodorkan kepada alam pemikiran bangsa Indonesia tentang bagaimana menyusun masyarakat tapi membentuk masyarakat baru. Bung Karno bukan saja seorang pembebas bagi bangsanya, tapi ia memberikan bangsanya sebuah jalan untuk menjadi bangsa terhormat.

Simaklah pidato Bung Karno didepan massa rakyat yang berdujun-dujun mendengarkan perkataan beliau pada 17 Agustus 1950. :

"Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan turunnya sitiga warna. Selama masih ada ratap tangis digubuk-gubuk, belumlahpekerjaan kita selesai! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyaknya keringat."

Bung Karno menghendaki jati diri bangsanya dan menjadikan rakyat terhadap subjek daripada negara bukan objek :

Sepuluh tahun telah kita Merdeka, tetapi masih ada saja orang-orang yang dihinggapi minderwaardigheids complexen terhadap orang asing, masih ada saja orang-orang yang lebih mengetahui dan mencintai kultur Eropa dari pada kultur sendiri. Sehatkanlah kehidupan polltik kita dengan jalan Pemilihan Umum itu. Engkau bisa, hei Rakyat, sebab engkaulah yang menjadi hakim-bukan aku, bukan Bung Hatta, bukan Angkatan Perang, bukan Kabinet. (Pidato Bung Karno yang berapi-api 17 Agustus 1955). Perjuangan merubah nasib suatu bangsa terletak pada kekuatan tangan dan pikiran manusianya yang bertindak. Bung Karno mengajak bersama-sama untuk mengubah dengan kerja keras, demikian pidato Bung Karno : Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi pula gitamu: "Innallaha la yu ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim" yang artinya saudara-saudara"Tuhan tidak merobah nasibnya sesuatu bangsa, sebelum bangsa itu merobah nasibnya.

Bung Karno dan Peta Dunia



Pernahkah anda memperhatikan peta dunia?, yang anda lihat pasti posisi Asia di tengah, Asia menjadi centrum dari tata gambar peta. Tahukah anda bahwa seluruh peta dunia yang beredar sekarang, peta dunia yang digantungkan di sekolah-sekolah seluruh dunia, di seluruh kantor resmi negara dan dipelajari anak-anak sekolah adalah pengaruh Bung Karno?

Awalnya setelah KMB 1949, dan penyerahan kedaulatan, Bung Karno berpikir tentang tatanan dunia setelah peperangan Indonesia, keberhasilan Indonesia memperpendek perang dengan Belanda dia meletakkan Indonesia sebagai centrum dari segala centrum gerakan kemerdekaan di Asia dan Amerika Latin. Pemahaman Bung Karno tentang meletakkan Asia sebagai centrum dunia ini dipengaruhi dua orang, yaitu : Tan Malaka dan Ki Ageng Suryomentaram.

Beberapa bulan setelah Proklamasi Agustus 1945, Tan Malaka berhasil dihubungi pemuda-pemuda di Bogor, lalu lewat Maruto Nitimihardjo, Tan Malaka berhasil dibawa ke Djakarta, disana juga telah hadir beberapa orang, setelah pidato Tan Malaka yang terkenal di Cikini atas permintaan mahasiswa Prapatan 10, Tan Malaka bertemu dengan Bung Karno yang diantar dokter pribadinya Suharto ke sebuah rumah lalu dibawa ke kamar gelap tanpa lampu disana Bung Karno dan Tan Malaka berbicara berdua, selama berjam-jam Bung Karno digembleng apa arti kemerdekaan dan meletakkan Indonesia dalam peradaban dunia. Bung Karno paham. Tapi kemudian Tan Malaka terseret arus gerakan yang lain dan berpisah jarak dengan Bung Karno.

Di bulan Maret 1950 Bung Karno kedatangan tamu dari Yogyakarta bernama Ki Ageng Suryo Mentaram, Ki Ageng Suryo Mentaram adalah anak dari Sultan Hamengkubuwono VIII yang telah meminta berhenti sebagai Pangeran dan menjalani kehidupan sebagai ahli kebatinan. Ia seorang pangeran yang unik, tapi brilian dalam memahami kehidupan, dia juga adalah orang yang mempengaruhi Bung Karno tentang konsep kemanusiaan dan kebangsaan, serta konsep harga diri sebagai manusia. Pada tahun 1938 sebelum kekalahan Belanda dengan Jepang di tahun 1942, ia diam-diam menyusun kekuatan militer dengan melatih silat ratusan pemuda lalu sempat digerebek rumahnya oleh PID, Intel Hindia Belanda dan diseret ke penjara tapi kemudian Sultan HB VIII turun tangan menyelamatkan adiknya itu dengan uang jaminan, Ki Ageng menyadari 'waktunya sudah dekat' untuk Belanda pergi dari Indonesia dan di tahun 1942 sebelum lembaga Putera (Pusat Tenaga Rakyat) terbentuk dimana Bung Karno, Hadji Mas Mansjur, Hatta dan Ki Hadjar Dewantoro jadi pemangkunya, mengunjungi Ki Ageng Suryomentaram untuk meminta doa restu, sekaligus disana dinasihati agar Putera segera membentuk pertahanan militer. "Kehormatan manusia terletak pada keberaniannya, keberanian-lah yang membuat manusia ada" kata Ki Ageng Suryomentaram kepada Bung Karno. Pada pertemuan Ki Ageng Suryomentaram di Istana Merdeka, Ki Ageng berpesan pada Bung Karno agar untuk menjadi bangsa terhormat, maka 'sadarilah diri kita ada'. Pesan Ki Ageng Suryomentaram inilah yang kemudian diresapi Bung Karno. Dan atas dasar Ki Ageng Suryomentaram didirikanlah PETA (Pembela Tanah Air) walaupun di buku-buku sejarah sering disebut Gatot Mangkoepradja menuliskan dengan jempol darah untuk meminta Jepang mendirikan Tentara Rakyat (PETA).

Setelah kepulangan Ki Ageng Suryomentaram Bung Karno berpikir dalam-dalam tentang Indonesia, kenapa Indonesia selalu tersingkir, kenapa Indonesia bangsa yang besar ini 'seolah-olah tak ada di mata dunia'. Lalu Bung Karno duduk lama di perpustakaannya di Istana dan bergelut dengan puluhan buku, kebiasaan Bung Karno adalah ketika ia sudah mendapatkan ide tentang memikirkan sesuatu maka ia memerintahkan beberapa orang pegawai Istana mencari buku-buku dengan judul yang dimaksud, lalu buku-buku itu dibentangkan halamannya, jarang bagi Bung Karno menyelesaikan satu buku, sekali ia baca buku ia bisa membaca sepuluh buku, ia dengan cepat membaca struktur, menarik substansi daripada isi, lalu mencoret-coret isi tersebut disamping buku, notes-notes ini yang kemudian jadi pokok pikiran Bung Karno, inilah bedanya Bung Karno dengan Hatta yang bersih dari coretan dan Hatta selalu berdisiplin menyelesaikan satu buku yang dibacanya dengan rinci, tak boleh satu halaman-pun lecek, Hatta adalah pecinta fanatik buku, sementara Bung Karno lebih kepada perusak buku dan senang mengacak-acaknya, yang penting baginya substansi pemikiran sebuah buku ketemu.

Saat itu yang ia pikirkan adalah 'Rahasia dibalik hilangnya Indonesia dari peradaban', Bung Karno membuka catatan-catatan sejarah masa lalu Indonesia, ia membaca History of Java yang kemudian dihubungkan dengan buku Revolusi Perancis lalu ia meloncat ke buku tentang Geopolitik Karl Haushofer, ia meloncat lagi ke buku filsafat eksistensialisme dari berbagai macam buku akhirnya bertemu pada satu titik : "Keberadaan ditentukan oleh Perhatian, Keberadaan ditentukan oleh kesadaran 'bahwa saya ada'..." ketika Bung Karno sampai pada kesimpulan tersebut lalu matanya menumpu pada Peta yang menggantung di perpustakaan Istana. Ia tercekat 'dimanakah Indonesia?' kemudian ia berdiri dari tempat duduknya dan mendekat ke peta, 'Atlas ini tidak menempatkan Indonesia sebagai bagian utuh dunia, Indonesia hanya digambarkan garis-garis kecil. Kemudian ia teringat Tan Malaka dan Ki Ageng Suryomentaram tentang hakikat 'keberadaan'.

Sebelum tahun 1900, pusat atlas dari dunia adalah Eropa, barulah pada tahun 1910-an, Amerika Serikat membuat atlas resmi yang menjadikan benua Amerika sebagai pusat Atlas. Seluruh Atlas dunia tidak menempatkan Asia sebagai pusat dunia. Bung Karno di tahun 1935 sudah meramalkan pusat dari dunia adalah Asia, lalu di masa masa Revolusi, Bung Karno sering mengobarkan pidato 'Kelak dunia berpusat di Asia, seluruh dunia akan datang bangsa-bangsa Asia, untuk itu kita harus merdeka' dan Indonesia adalah salah satu bangsa pertama yang merebut kemerdekaannya. Bung Karno melakukan hitung-hitungan bahwa Indonesia akan menjadi bangsa terkuat di Asia setelah melakukan penetrasi terhadap geopolitik dunia, namun untuk pertama-tama sebelum masuk pada penetrasi geopolitik, Bung Karno ingin dunia sadar bahwa Indonesia ada, dan Bung Karno berpikir bagaimana meletakkan Asia dan Indonesia sebagai pusat dunia dalam atlas.

Setelah merenung bermalam-malam tentang soal menyadarkan dunia bahwa 'Indonesia ada', akhirnya Bung Karno berpikir untuk membuat peta dunia. Suatu pagi Bung Karno mengundang sarapan Muhammad Yamin dan beberapa orang, Bung Karno senang sekali dengan M Yamin, jika Yamin bercerita soal kehebatan masa lalu Jawa di tengah bangsa-bangsa di dunia, walaupun harus diuji kebenaran fakta sejarah, tapi Yamin berhasil membuat definisi soal wawasan geopolitik Gadjah Mada dan jaringan Nusantara yang membentuk geopolitik keIndonesiaan. "Yamin, aku ingin membuat Peta dimana Asia dibuat jadi centris-nya, dimana Indonesia dengan 'gagah' berada di tengah-tengah bangsa di dunia". Yamin langsung menyambar :"Coba saja panggil Pak Djamalludin, mungkin dia bisa" yang dimaksud Djamaluddin adalah Adinegoro, seorang jurnalis Indonesia terkemuka pada tahun 1920-an.

Djamaluddin yang punya nama pena Adinegoro itu, merupakan orang Indonesia pertama yang belajar soal Jurnalistik secara khusus, ia belajar langsung ke Jerman, disana ia berguru dengan Professor E. Dofivat. Ketika belajar di Jerman ini juga Adinegoro bergabung dengan perkumpulan yang bernama Asiatische Verein, persatuan Asia, sebuah embrio gerakan besar yang menyadarkan kebesaran Asia ditengah-tengah dunia yang sedang bergolak. Saat Adinegoro belajar di Jerman juga ia menekuni dengan jeli buku Karl Haushofer yang berjudul : Geopolitik Des Pasifischen Ozeans. Dalam buku Politik Lautan Teduh diramalkan bahwa bangsa Melayu (Indonesia) akan jadi bangsa Merdeka dan menjadi bangsa maritim terkuat di dunia. Kesadaran ini juga yang terus mendorong Adinegoro untuk menekuni sejarah geopolitik dan kerap menulis tentang laporang Perang Dunia yang meletus di tahun 1939 sampai dengan tahun 1945.

Rupanya pemikiran Bung Karno dan Djamaluddin Adinegoro satu ordinat, mereka terus berdiskusi soal Kartografi yang intinya meletakkan Asia ditengah-tengah. Bung Karno berkata "Pak Adinegoro, saya paham Asia akan jadi pusat dunia, dan saya akan mengarahkan Indonesia jadi bangsa terkuat di Asia, Indonesia yang menyumbangkan bagi peradaban dunia, Indonesia menjadi bangsa yang mampu menciptakan kesejahteraan dunia, pusat budaya, pusat Ilmu Pengetahuan, itu obsesiku, lalu dengan meletakkan Indonesia ke dalam titik sentral Asia, dan menjadi Asia sebagai pusat dunia adalah fase awal dalam membentuk kesadaran 'bahwa kita ada'.

Itulah pesan Bung Karno pada Adinegoro, lalu Adinegoro mengajak kawannya Adam Bachtiar untuk menyusun Atlas dengan Asia sebagai pusatnya, pada tahun 1952 peta itu selesai dan diserahkan pada Bung Karno, penerbit Peta itu adalah Penerbitan 'Djambatan Amsterdam' yang kemudian namanya menjadi singkat saja 'Penerbit Djambatan'. Bung Karno memerintahkan Peta terbitan Djambatan itu digunakan resmi di sekolah-sekolah, kantor negara dan umum. Lalu peta itu menyebar, setelah pamor Bung Karno naik di Konferensi Asia Afrika, Peta versi Djambatan ini ditiru banyak bangsa di dunia.

Sejak itulah peta yang menggunakan Asia sebagai pusatnya paling banyak digunakan diseluruh dunia, Peta versi Penerbit Djambaran. Hanya Amerika Serikat yang masih menggunakan Peta dengan menempatkan Amerika Serikat sebagai pusat dunia, lain negara menggunakan peta yang hampir persis dengan penerbit Djambatan ini.

Inilah peran Bung Karno di masa lalu, inilah mimpi bangsaku di masa lalu, dan ketika di hari-hari ini Indonesia dipertontonkan oleh para politisi maling di Pengadilan, mereka yang maling dan berdebat di televisi-televisi, betapa malunya kita kalau kita sadar sejarah, bahwa bangsa Indonesia dibentuk oleh manusia-manusia bervisi raksasa, idealisme dan besar kemudian diperintah dan dipimpin sebarisan maling yang saling berdebat memamerkan kepandaian mereka mencuri uang negara di depan mata rakyat, seraya rakyatnya kelaparan dan BBM dinaikkan tanpa pembelaan negara berjuang memberikan subsidi.........

Jadi jika anda melihat TV dan mendengarkan radio bagaimana maling berdebat, palingkanlah mata anda ke Atlas dunia, disitu kita pernah punya mimpi Indonesia sebagai bangsa besar.
Copyright © 2013.TOTO CALEG PDIP - Posts · Comments
Theme Template by Bang Jali · Powered by Blogger